Apa sih cita-cita kita? Apakah cita-cita kita bertentangan
dengan keinginan orang tua?
Baru saja nonton Kick Andy edisi ulang tahun ke delapan. Di akhir
acara, Nugie menyanyikan single barunya “ Lentera Jiwaku”. Lagu tersebut
merefleksikan sebuah cita-cita yang tidak kesampaian karena bertentang dengan keinginan
orang tua. Nugie, si penyanyi dulunya pun tidak disetujui oleh orang tuanya
menjadi penyanyi, apalagi ia sampai pernah di DO alias drop out a.k.a dikeluarkan dari bangku perkuliahan.
Alhamdulillah,saya punya cita-cita yang selalu didukung oleh
orang tua saya. Sejak dulu, cita-cita saya tidak jauh dari hasrat terdalam
saya, yaitu jalan-jalan. Waktu masih di taman kanak-kanak, saya ingin jadi
pramugari. Ibu menjahitkan baju seragam khataman juz amma kakak saya,
dimodifikasi mirip dengan baju pramugari Garuda zaman itu. Bapak malah
memberikan syal merah yang dililitkan di leher, serasi dengan bajunya.
Saat SD, karena sering menonton program Dunia Dalam Berita,
saya berubah haluan ingin menjadi warrtawan perang. Saat mengutarakan hal
tersebut, bapak justru mendorong saya untuk belajar bahasa Inggris dengan baik.
Beliau juga membelikan saya sebuah pulpen cantik dan notebook mungil untuk
pura-pura menjadi wartawan.
Saat SMP, saya kembali terinspirasi oleh tayangan tentang biologist
yang melanglang buana ke Afrika meneliti perilaku hewan-hewan liar. Saya pun
ingin menjadi biologist, ingin menjelajahi hutan Amazon, bertemu dengan warga lokal
dan tentu hewan liarnya. Orang tua pun terlihat tidak keberatan saat saya
sering mencomot berbagai macam serangga dan mencoba bereksperimen dengan
mengawetkannya menggunakan alkohol. Hingga SMA pun saya masih teguh dengan cita-cita
tersebut,meski entah mengapa saya tidak masuk ke jurusan IPA, malah justru
mengambil jurusan keagamaan.
Lulus SMA, saat bingung memilih jurusan, kakak saya membantu
dengan berbagai referensi. Karena kemampuan IPA saya tidak terasah saat
SMA, maka saya putuskan mengambil jurusan IPS saat mendaftar universitas. Saat itu,
jurusan Antropologi Budaya sangat menarik hati saya. Apalagi kakak saya bilang
temannya yang kuliah di antro sering sekali jalan-jalan untuk penelitian. Cocok
sekali dengan passion saya.
Alhamdulilah, hasrat saya terpuaskan selama 6 tahun kuliah
di Antropologi Budaya UGM. Empat tahun di S1 dan dua tahun di S2 telah membawa saya
ke berbagai belahan negri ini. Papua Barat, penelitian selama 2 bulan. Pekanbaru,
bolak-balik untuk penelitian selama 3 bulan. Kalimantan Barat, penelitian juga
2 bulan. Sulawesi Tengah, penelitian 6 bulan. Dan beberapa lagi penelitian di
area Jawa Tengah. Puncaknya saya mendapat kesempatan untuk mengikuti
perkuliahan selama satu musim di kota Oslo,Norwegia, langsung ke ujung dunia.
Dan sekarang saya berada di rumah, berpetualang bersama si
kecil. Naik ‘mobil’, naik ‘pesawat’, naik ‘kereta’. Bernyanyi sambil ‘mendaki
gunung’, merayap karena ‘bertemu dengan hewan buas’, melompat melewati ‘kubangan
lumpur’, juga berbasah-basahan diguyur ‘air terjun’. Meskipun mungkin kali ini
orang tua saya tidak terlalumendukung,tapi saya tahu mereka terus mendoakan
saya. Tidak rewel tanya ini itu dan tak pernah menuntut apapun.
Dan saat ini saya sedang mengerami cita-cita baru saya,
menjadi seorang penulis yang dikenal dunia. Hingga nanti bisa bersama dengan
anak-anak saya, memperlihatkan pada mereka jejak yang pernah saya tinggalkan di
berbagai belahan negri.
0 komentar:
Posting Komentar