Jumat, 21 Februari 2014

Jalan Panjang Meraih Impian

Apa sih cita-cita kita? Apakah cita-cita kita bertentangan dengan keinginan orang tua? 

Baru saja nonton Kick Andy edisi ulang tahun ke delapan. Di akhir acara, Nugie menyanyikan single barunya “ Lentera Jiwaku”. Lagu tersebut merefleksikan sebuah cita-cita yang tidak kesampaian karena bertentang dengan keinginan orang tua. Nugie, si penyanyi dulunya pun tidak disetujui oleh orang tuanya menjadi penyanyi, apalagi ia sampai pernah di DO alias drop out a.k.a dikeluarkan dari bangku perkuliahan. 

Alhamdulillah,saya punya cita-cita yang selalu didukung oleh orang tua saya. Sejak dulu, cita-cita saya tidak jauh dari hasrat terdalam saya, yaitu jalan-jalan. Waktu masih di taman kanak-kanak, saya ingin jadi pramugari. Ibu menjahitkan baju seragam khataman juz amma kakak saya, dimodifikasi mirip dengan baju pramugari Garuda zaman itu. Bapak malah memberikan syal merah yang dililitkan di leher, serasi dengan bajunya.

Saat SD, karena sering menonton program Dunia Dalam Berita, saya berubah haluan ingin menjadi warrtawan perang. Saat mengutarakan hal tersebut, bapak justru mendorong saya untuk belajar bahasa Inggris dengan baik. Beliau juga membelikan saya sebuah pulpen cantik dan notebook mungil untuk pura-pura menjadi wartawan. 

Saat SMP, saya kembali terinspirasi oleh tayangan tentang biologist yang melanglang buana ke Afrika meneliti perilaku hewan-hewan liar. Saya pun ingin menjadi biologist, ingin menjelajahi hutan Amazon, bertemu dengan warga lokal dan tentu hewan liarnya. Orang tua pun terlihat tidak keberatan saat saya sering mencomot berbagai macam serangga dan mencoba bereksperimen dengan mengawetkannya menggunakan alkohol. Hingga SMA pun saya masih teguh dengan cita-cita tersebut,meski entah mengapa saya tidak masuk ke jurusan IPA, malah justru mengambil jurusan keagamaan.

Lulus SMA, saat bingung memilih jurusan, kakak saya membantu dengan berbagai referensi. Karena kemampuan IPA saya tidak terasah saat SMA, maka saya putuskan mengambil jurusan IPS saat mendaftar universitas. Saat itu, jurusan Antropologi Budaya sangat menarik hati saya. Apalagi kakak saya bilang temannya yang kuliah di antro sering sekali jalan-jalan untuk penelitian. Cocok sekali dengan passion saya.

Alhamdulilah, hasrat saya terpuaskan selama 6 tahun kuliah di Antropologi Budaya UGM. Empat tahun di S1 dan dua tahun di S2 telah membawa saya ke berbagai belahan negri ini. Papua Barat, penelitian selama 2 bulan. Pekanbaru, bolak-balik untuk penelitian selama 3 bulan. Kalimantan Barat, penelitian juga 2 bulan. Sulawesi Tengah, penelitian 6 bulan. Dan beberapa lagi penelitian di area Jawa Tengah. Puncaknya saya mendapat kesempatan untuk mengikuti perkuliahan selama satu musim di kota Oslo,Norwegia, langsung ke ujung dunia.

Dan sekarang saya berada di rumah, berpetualang bersama si kecil. Naik ‘mobil’, naik ‘pesawat’, naik ‘kereta’. Bernyanyi sambil ‘mendaki gunung’, merayap karena ‘bertemu dengan hewan buas’, melompat melewati ‘kubangan lumpur’, juga berbasah-basahan diguyur ‘air terjun’. Meskipun mungkin kali ini orang tua saya tidak terlalumendukung,tapi saya tahu mereka terus mendoakan saya. Tidak rewel tanya ini itu dan tak pernah menuntut apapun.

Dan saat ini saya sedang mengerami cita-cita baru saya, menjadi seorang penulis yang dikenal dunia. Hingga nanti bisa bersama dengan anak-anak saya, memperlihatkan pada mereka jejak yang pernah saya tinggalkan di berbagai belahan negri.

0 komentar:

Posting Komentar