Jangan berpikiran negative dulu dengan judul di atas, tapi
beginilah hidup saya sekarang. Hidup tidak dengan suami, hanya bersama seorang
balita berumur 16 bulan, jauh dari ‘jaminan sosial’ berupa kerabat dekat dan
keluarga besar, ibu rumah tangga yang sehari-hari berkutat dengan nasi bercecer
dan ompol anak, bisa bayangkan??? Yah, sebelumnya hal tersebut tidak
terbayangkan oleh saya dan saya pun tidak menyangka bisa mengambil keputusan
nekat ini.. Sejak dulu saya
berprinsip, orang lain saja bisa apalagi saya.. Di luar sana, pasti banyak juga
perempuan-perempuan lain mengalami hal yang
sama dengan saya. Mereka bahkan masih harus bekerja keras, meninggalkan anak
mereka dalam asuhan orang lain yang bukan kerabat. Mereka bisa, harusnya saya
juga bisa !
Dan inilah saya
sekarang . Setelah memutuskan untuk mengikuti suami, berpindah dari Kota
Yogyakarta nan nyaman dan dekat dengan keluarga, membeli rumah dan move on dari kontrakan..eh kok
alhamdulillah suami saya tiba-tiba dapat panggilan kuliah di Korsel. Eman-eman dengan rumah baru yang kami
beli, mengingat banyak orang tidak bisa punya rumah, tentu kami harus bersyukur
bisa membeli rumah sendiri. Rasa syukur itu coba saya ungkapkan dengan
memanfaatkan sebaik-baiknya rejeki dari Allah tersebut.
Memang tidak
mudah tidak ada laki-laki, khususnya bagi beberapa hal yang bagi beberapa perempuan
tidak biasa dihadapi. Hewan-hewan aneh menggelikan yang sering nemplok di
rumah, lampu mati atau korsleting di tengah malam, menebang pohon di depan
rumah yang mulai mengganggu, atap bocor, suara-suara aneh malam hari,hingga
urusan gantian momong si kecil karena terkadang tidak mau disambi. Belumlagi
pikiran-pikiran negatif yang sering muncul terkait keamanan,bagaimana kalau ada
orang jahat yang tahu saya sendirian ?
Alhamdulillah,
selalu banyak orang baik di sekeliling saya yang menjelma menjadi saudara dekat
bagi saya. Saya ingat bagaimana ibu saya dulu selalu berbagi dan ringan tangan
menolong tetangga, menerima dan menampung orang-orang yang meminta tolong
meskipun tak dikenal. Beliau berprinsip bahwa kebaikannya mungkin tidak akan
langsung kembali kepadanya tetapi beliau ingat bahwa suami dan anak-anaknya yang sering bepergian
atau berpisah darinya tentu suatu saat akan membutuhkan bantuan.
Duh, matur nuwun
ibu..kebaikanmu selalu kurasakan J Sekalipun sendiri di tempat terasing pun
saya tidak pernah merasa kesulitan. Semoga saya bisa juga melakukan hal yang
sama, dan semoga kebaikannya akan bisa dirasakan suami saya yang berada di
negri seberang dan anak-anak saya, kelak..
0 komentar:
Posting Komentar