Rabu, 12 Februari 2014

Hidup Tanpa Suami (Ups)

Jangan berpikiran negative dulu dengan judul di atas, tapi beginilah hidup saya sekarang. Hidup tidak dengan suami, hanya bersama seorang balita berumur 16 bulan, jauh dari ‘jaminan sosial’ berupa kerabat dekat dan keluarga besar, ibu rumah tangga yang sehari-hari berkutat dengan nasi bercecer dan ompol anak, bisa bayangkan??? Yah, sebelumnya hal tersebut tidak terbayangkan oleh saya dan saya pun tidak menyangka bisa mengambil keputusan nekat ini.. Sejak dulu saya berprinsip, orang lain saja bisa apalagi saya.. Di luar sana, pasti banyak juga perempuan-perempuan lain  mengalami hal yang sama dengan saya. Mereka bahkan masih harus bekerja keras, meninggalkan anak mereka dalam asuhan orang lain yang bukan kerabat. Mereka bisa, harusnya saya juga bisa !

Dan inilah saya sekarang . Setelah memutuskan untuk mengikuti suami, berpindah dari Kota Yogyakarta nan nyaman dan dekat dengan keluarga, membeli rumah dan move on dari kontrakan..eh kok alhamdulillah suami saya tiba-tiba dapat panggilan kuliah di Korsel. Eman-eman dengan rumah baru yang kami beli, mengingat banyak orang tidak bisa punya rumah, tentu kami harus bersyukur bisa membeli rumah sendiri. Rasa syukur itu coba saya ungkapkan dengan memanfaatkan sebaik-baiknya rejeki dari Allah tersebut. 

Memang tidak mudah tidak ada laki-laki, khususnya bagi beberapa hal yang bagi beberapa perempuan tidak biasa dihadapi. Hewan-hewan aneh menggelikan yang sering nemplok di rumah, lampu mati atau korsleting di tengah malam, menebang pohon di depan rumah yang mulai mengganggu, atap bocor, suara-suara aneh malam hari,hingga urusan gantian momong si kecil karena terkadang tidak mau disambi. Belumlagi pikiran-pikiran negatif yang sering muncul terkait keamanan,bagaimana kalau ada orang jahat yang tahu saya sendirian ?

Alhamdulillah, selalu banyak orang baik di sekeliling saya yang menjelma menjadi saudara dekat bagi saya. Saya ingat bagaimana ibu saya dulu selalu berbagi dan ringan tangan menolong tetangga, menerima dan menampung orang-orang yang meminta tolong meskipun tak dikenal. Beliau berprinsip bahwa kebaikannya mungkin tidak akan langsung kembali kepadanya tetapi beliau ingat bahwa  suami dan anak-anaknya yang sering bepergian atau berpisah darinya tentu suatu saat akan membutuhkan bantuan. 

Duh, matur nuwun ibu..kebaikanmu selalu kurasakan J Sekalipun sendiri di tempat terasing pun saya tidak pernah merasa kesulitan. Semoga saya bisa juga melakukan hal yang sama, dan semoga kebaikannya akan bisa dirasakan suami saya yang berada di negri seberang dan anak-anak saya, kelak..


0 komentar:

Posting Komentar