Rabu, 26 Februari 2014

Lagi dan Lagi..Di Persimpangan Jalan

Semalam buka fesbuk,ada pesan dari teman isinya link penawaran program PhD alias S3 dari sebuah universitas di Sweden. Teman saya nan baik tersebut mengirim link karena dia tahu tema riset yang akan diterima sama dengan tema riset S2 saya. Belum lagi, saya tentu akan mendapat poin lebih tinggi karena secara spesifik pernah bekerjasama dengan UiO (Oslo University) dalam penelitian S2 saya. Ditambah lagi tesis pun saya tulis dalam bahasa Inggris.

Tapi entahlah, saya tidak seberbunga-bunga dulu ketika mendapat info beasiswa atau program riset yang menarik minat saya. Saya justru galau. Sekali lagi saya bertanya pada diri saya, apa yang sebenarnya saya inginkan? Setiap kali akan memantapkan pilihan, selalu ada saja secarik godaan untuk berpaling. Jujur, saya merindukan hari-hari saya, berkutat dengan buku, bolak-balik perpustakaan, duduk manis di ruang seminar, diskusi serius dengan teman, juga berdebat kecil dengan dosen. Tapi saya juga menikmati hari-hari saya sekarang,meskipun.-ya masih ada kata ‘meskipun’- saya pun sering menangisi semua ini.

Dan sayapun kembali menangis. Berusaha tidak lagi menengok link yang diberikan teman saya. Menghibur diri dengan bermain dan membaca bersama Fatih, memasak dan membuat smoothie kesukaan Fatih, atau menyibukkan diri dengan pekerjaan rumah yang tiada habisnya. Di sela-selanya,saya tetap menangis. Saat Fatih sudah terlelap, saat sunyi mendera dan saat malam semakin pekat. Satu titik lagi jatuh,kembali saya menangis..

Tak tahu sampai kapan saya akan terus begini, tapi saya masih selalu berharap semuanya berakhir bahagia..

Minggu, 23 Februari 2014

Akhirnya Saya Bertetangga

Semasa saya kecil hingga menjadi dewasa, saya adalah orang yang cenderung cuek terhadap tetangga sekitar. Saya juga tidak banyak terlibat dalam agenda-agenda remaja kampung, terlebih karena saat beranjak remaja saya tinggal di pesantren. Lulus pesantren dan lanjut kuliah pun saya tidak lantas berkecimpung dalam urusan domestik rukun kampung, justru saya banyak bergaul dan melakukan berbagai kegiatan sosial di luar. Saat itu saya berpikir bahwa ibu saya sudah cukup mewakili keberadaan keluarga kami di kampung,apalagi ibu dikenal sebagai sosok yang entengan oleh para tetangga.

Saat masih unyu-unyu, saya memang anak yang sedikit introvert dan mungkin aneh. Masa taman kanak-kanak saya lalui dengan hambar. Tak banyak anak sebaya yang mau berteman dengan saya. Bahkan tak jarang saya harus melamun saat jam istirahat karena tak satupun teman yang mengijinkan saya menyentuh mainan di sekolah. Ditambah lagi, saya menderita TBC akut saat itu,sehingga saya sering absen sekolah.

Sifat geeky saya berlanjut hingga sekolah dasar. Saya tetap gadis aneh yang matanya pernah ditusuk pensil oleh teman sekelas karena saking tak sukanya dia pada saya. Saya yang bertubuh ceking pun mendapat panggilan paraban dari teman-teman.Biting alias lidi menjadi panggilan tetap saya hingga lulus SD. Bahkan saya akan merasa aneh ketika ada teman yang memanggil nama asli saya.

Tapi entah apa yang terjadi, saya sendiri pun tak ingat pasti. Pada catur wulan pertama kelas 4 SD, saya tiba-tiba saja mendapat tempat di tiga besar juara kelas. Padahal sebelumnya ranking saya takpernah beranjak dari sepuluh atau delapan. Sejak saat itulah beberapa teman mulai mendekat. Saya yang jarang membawa uang jajan pun kadang bisa tersenyum manis mendapat tawaran makanan dari teman sekelas. Saya entah bagaimana berubah menjadi gadis yang biasa saja. Mau berteman dan punya banyak teman. Apalagi ranking saya terus naik dan bertahan berturut-turut menjadi juara pertama. Saya juga sering didaulat menjadi perwakilan sekolah dalam berbagai lomba.

Masa-masa selanjutnya menjadi masa gemilang bagi saya. Saya tidak pernah lepas dari berbagai ‘jabatan penting’ di bangku sekolah menengah maupun di universitas. Selain menjadi ketua kelas, saya juga pernah menjadi sekretaris OSIS,wakil OSIS, dan ketua OSIS. Saya pun memimpin marching band alias jadi mayoret dan juga memimpin grup paskibra sekolah.

Saat kuliah, saya menjadi wakil ketua di angkatan saya, menjadi sekretaris himpunan mahasiswa jurusan (HMJ) , dan akhirnya menjadi ketua HMJ. Berkat kiprah saya di beberapa agenda universitas, saya pernah diusulkan untuk menjadi calon ketua BEM fakultas. Usulan tersebut saya tolak dengan berbagai alasan meski para pendukung sempat membuat demonstrasi yang cukup besar untuk mencalonkan saya.

Yah, tetapi semua pengalaman saya tersebut tetap saja tidak bisa membuat saya jadi lebih lekat dengan tetangga saya. Saya akan pergi rewangan kalau ibu juga ada di lokasi hajatan. Jika ibu pulang, saya pun memilih pulang. Lebih sering lagi saya bengong ketika berada di tempat hajatan, tak tahu harus berbuat apa dan tak ada juga yang menjawil saya memberi kerjaan. Saya bahkan tidak banyak kenal nama-nama tetangga saya..

Hal tersebut berlanjut saat saya telah menikah dan masih nebeng mertua. Mertua saya tetap menjadi kepala keluarga dalam rumah tangga saya. Saya mau rewangan, mau nyumbang atau ikut arisan, keputusan tersebut masih di tangan mertua saya. 

Akan tetapi saya pun melewati fase selanjutnya,yaitu saat saya sudah berumah sendiri. Jauh dari orang tua dan mertua. Saya mengatur rumah tangga saya sendiri dan juga memutuskan segala perilaku saya sendiri. Sejak itulah muncul kesadaran dalam diri saya akan pentingnya bertetangga baik. Ketika jauh dari keluarga, tak ada lagi yang bisa kita andalkan selain pertolongan tetangga. Saya yang tadinya sering mengurung diri di rumah pun mulai sedikit demi sedikit ikut nimbrung obrolan ibu-ibu. Otomatis pula saya mendapat undangan atau jawilan dari tetangga tentang berbagai agenda hajatan di komplek rumah saya. Ada perasaan yang terasa lain ketika saya bisa nyumbang dengan nama keluarga saya sendiri dan dengan jumlah yang saya tentukan sendiri. 

Dan sensasi puncaknya adalah ketika saya -yang baru pertama kali ikut arisan- akhirnya mendapat arisan. 

Hidup bertetangga memang penuh dengan lika-liku, rasanya tentu berbeda dengan berteman saat masa sekolah, mengingat tetangga adalah ‘teman abadi’ kita hingga kita tua nanti. Rukun dengan tetangga juga bisa memberikan efek tentram dalam diri karena dengan demikian kita bisa mendapat perlindungan sosial yang lebih menjamin daripada asuransi jenis apapun. Hehehe..

So, baik-baiklah dengan tetanggamu..


Sabtu, 22 Februari 2014

Toilet Training Fatih (yang belum berhasil)

Sejak 3 minggu terakhir saya mengurangi pemakaian popok sekali pakai pada Fatih.  Dari bangun tidur hingga sore hari, Fatih tidak lagi memakai diaper. Niatnya sih ingin memulai toilet training-nya, tapi ternyata tidak mudah membuat Fatih mau pipis di kamar mandi..

Minggu pertama saya gunakan untuk observasi tanda-tanda kebeletnya. Mungkin karena sudah terbiasa memakai diaper, Fatih tidak menunjukkan tanda-tanda khusus ketika akan pipis. Saya coba menggiringnya ke kamar mandi tiap jam, tapi saya lebih sering kecolongan sehingga dia ngompol dimana-mana.

Minggu kedua, saya mulai sedikit hapal kebiasaannya.  Fatih akan pipis sesudah bangun tidur dan kira-kira satu jam setelah mandi. Saya sempat beberapa kali berhasil mentaturnya di kamar mandi. Fatih pun terlihat menikmati proses tersebut.

Etapi..tapi..tapi..hari-hari berikutnya, Fatih kok tiba-tiba meronta-ronta, jejeritan gak karuan saat saya bawa ke kamar mandi. Boro-boro mau pipis, Fatih malah mendekap saya saat kakinya saya turunkan di lantai kamar mandi. Hingga saat saya menulis ini pun Fatih masih saja belum mau ditatur di kamar mandi. Gokilnya lagi, Fatih akan pipis beberapa saat kemudian setelah saya pasangkan kembali celananya.. Apalagi, Fatih pernah selama dua hari berturut-turut ngompol 7 kali sepanjang siang. Cucian pun kembali berlipat-lipat jumlahnya seperti saat dia bayi dulu.   

Yah, meskiun toilet trainingnya belum berhasil, tapi sekarang Fatih tidak terlalu sering pipis meskipun cuaca dingin atau sedang hujan. Dia juga tidak lagi mengacak-acak ompolnya dengan tangan. Setidaknya Fatih sudah bisa memanggil saya saat dia ngompol dan tidak beranjak dari ompolnya.

Saya memilih berdamai saja dengan proses ini. Saya yakin lambat laun dia akan semakin mengerti, meskipun ompol dimana-mana, ngepel sana-sini, cuci seprai hampir tiap hari, harus ganti baju saat mau shalat dan pakai sandal di dalam rumah. Setidaknya saya sudah berhemat 50% untuk pembelian diapersnya..     
                `

Jumat, 21 Februari 2014

Jalan Panjang Meraih Impian

Apa sih cita-cita kita? Apakah cita-cita kita bertentangan dengan keinginan orang tua? 

Baru saja nonton Kick Andy edisi ulang tahun ke delapan. Di akhir acara, Nugie menyanyikan single barunya “ Lentera Jiwaku”. Lagu tersebut merefleksikan sebuah cita-cita yang tidak kesampaian karena bertentang dengan keinginan orang tua. Nugie, si penyanyi dulunya pun tidak disetujui oleh orang tuanya menjadi penyanyi, apalagi ia sampai pernah di DO alias drop out a.k.a dikeluarkan dari bangku perkuliahan. 

Alhamdulillah,saya punya cita-cita yang selalu didukung oleh orang tua saya. Sejak dulu, cita-cita saya tidak jauh dari hasrat terdalam saya, yaitu jalan-jalan. Waktu masih di taman kanak-kanak, saya ingin jadi pramugari. Ibu menjahitkan baju seragam khataman juz amma kakak saya, dimodifikasi mirip dengan baju pramugari Garuda zaman itu. Bapak malah memberikan syal merah yang dililitkan di leher, serasi dengan bajunya.

Saat SD, karena sering menonton program Dunia Dalam Berita, saya berubah haluan ingin menjadi warrtawan perang. Saat mengutarakan hal tersebut, bapak justru mendorong saya untuk belajar bahasa Inggris dengan baik. Beliau juga membelikan saya sebuah pulpen cantik dan notebook mungil untuk pura-pura menjadi wartawan. 

Saat SMP, saya kembali terinspirasi oleh tayangan tentang biologist yang melanglang buana ke Afrika meneliti perilaku hewan-hewan liar. Saya pun ingin menjadi biologist, ingin menjelajahi hutan Amazon, bertemu dengan warga lokal dan tentu hewan liarnya. Orang tua pun terlihat tidak keberatan saat saya sering mencomot berbagai macam serangga dan mencoba bereksperimen dengan mengawetkannya menggunakan alkohol. Hingga SMA pun saya masih teguh dengan cita-cita tersebut,meski entah mengapa saya tidak masuk ke jurusan IPA, malah justru mengambil jurusan keagamaan.

Lulus SMA, saat bingung memilih jurusan, kakak saya membantu dengan berbagai referensi. Karena kemampuan IPA saya tidak terasah saat SMA, maka saya putuskan mengambil jurusan IPS saat mendaftar universitas. Saat itu, jurusan Antropologi Budaya sangat menarik hati saya. Apalagi kakak saya bilang temannya yang kuliah di antro sering sekali jalan-jalan untuk penelitian. Cocok sekali dengan passion saya.

Alhamdulilah, hasrat saya terpuaskan selama 6 tahun kuliah di Antropologi Budaya UGM. Empat tahun di S1 dan dua tahun di S2 telah membawa saya ke berbagai belahan negri ini. Papua Barat, penelitian selama 2 bulan. Pekanbaru, bolak-balik untuk penelitian selama 3 bulan. Kalimantan Barat, penelitian juga 2 bulan. Sulawesi Tengah, penelitian 6 bulan. Dan beberapa lagi penelitian di area Jawa Tengah. Puncaknya saya mendapat kesempatan untuk mengikuti perkuliahan selama satu musim di kota Oslo,Norwegia, langsung ke ujung dunia.

Dan sekarang saya berada di rumah, berpetualang bersama si kecil. Naik ‘mobil’, naik ‘pesawat’, naik ‘kereta’. Bernyanyi sambil ‘mendaki gunung’, merayap karena ‘bertemu dengan hewan buas’, melompat melewati ‘kubangan lumpur’, juga berbasah-basahan diguyur ‘air terjun’. Meskipun mungkin kali ini orang tua saya tidak terlalumendukung,tapi saya tahu mereka terus mendoakan saya. Tidak rewel tanya ini itu dan tak pernah menuntut apapun.

Dan saat ini saya sedang mengerami cita-cita baru saya, menjadi seorang penulis yang dikenal dunia. Hingga nanti bisa bersama dengan anak-anak saya, memperlihatkan pada mereka jejak yang pernah saya tinggalkan di berbagai belahan negri.

Kamis, 20 Februari 2014

Fatih Enam Belas Bulan

Tanggal 18 Februari 2014 ini Fatih genap berusia 16 bulan. Seperti halnya balita-balita lain, Fatih mengalami beberapa perkembangan motorik yang seringkali membuat saya bangga, bahagia dan bersyukur. Fatihku tumbuh sehat, ceria dan cerdas.

Di bulan ke-16 ini, Fatih semakin lancar berjalan meskipun sesekali  terjatuh saat dia berusaha berlari. Kemampuannya ini juga dibarengi dengan keinginannya untuk sesering mungkin bermain di luar rumah. Setiap hari Fatih wajib bermain di luar rumah, di pagi hari sebelum mandi, menjelang siang setelah tidur ‘pagi’ dan sore hari. Apalagi saat cuaca cerah, saya sendiri seolah tidak tega mengurungnya di dalam rumah kami yang mungil.

Fatih juga semakin pintar makan sendiri. Ia mulai bisa menyendok dengan benar dan menyuapkannya ke mulut sekalipun tentu saja masih belepotan. Ia juga semakin pandai menakar daya tampung mulutnya sehingga ia tidak lagi memaksa untuk memasukkan semua makanan dalam genggamannya.

Daya imajinasi dan fokusnya juga berkembang cukup baik. Fatih suka bermain mobil-mobilan sehingga saat melihat mobil dia akan bilang ‘ngeng..ngeng’ dan menggerakkan tangannya . Ia juga mulai bisa melihat benda-benda kecil seperti pesawat di angkasa atau serangga-serangga kecil di lantai.

Kosakata Fatih memang belum banyak, dia juga belum bisa bernyanyi, tapi ia sudah mengerti beberapa perintah sederhana dan mampu menunjukkan keinginannya. Ia juga semakin menyukai musik. Setiap kali mendengar musik ia akan berjoget,menggerakkan tangan dan kakinya. 

Sekitar dua minggu ini saya juga sudah mulai melepas diapersnya. Tapi Fatih belum mau ditatur, selalu menangis ketika celananya dilepas. Tak apa, lama-lama ia juga akan terbiasa lagipula Fatih juga jarang pipis siang hari,mungkin hanya 2 – 4 kali saja.

Tumbuh besar Nak, jadilah lelaki jantan yang penuh kasih. Tebarkan manfaat bagi sesama manusia. Teruslah tersenyum untuk ibu dan bapakmu. Dan ingat, engkau tak gemuk pun tak apa, ibu dan bapak akan selalu mencintaimu.