Rabu, 15 Januari 2014

Sekelumit Tentang Pernikahan Dini

Apa sih yang seseorang harapkan dari pernikahan?? Tentu saja kehidupan penuh cinta dan kebahagiaan bersama keluarga. Tapi bagaimana jika pernikahan itu dilakukan saat belum matang dan dewasa?
Pernikahan dini mungkin sudah banyak dibahas, tapi kasusnya tetap saja belum tuntas. Di berbagai penjuru negri ini, pernikahan dini masih bisa ditemui di banyak tempat dan bahkan dilakukan oleh punggawa-punggawa negri ini.Masih ingat kan dengan kasusnya Syeh Puji? Dan akhir-akhir ini kasus Darin dan Sang Ustadz juga mencuat. Lalu apa sebenarnya yg diharapkan perempuan-perempuan mungil tersebut ?
Saya masih ingat, ketika penelitian di Papua saya mengunjungi salah satu satuan pemukiman transmigran. Beberapa responden saya adalah perempuan-perempuan muda yg harus berjuang keras untuk masa depan mereka dan anak-anak mereka. Seorang perempuan berumur 21 tahun, beranak 5 dan sudah 2 kali menikah. Seorang lagi 17 tahun , beranak 3 tapi baru saja bercerai dari suaminya.  Lain lagi dg perempuan (bukan lg gadis) 15 tahun yg perutnya membuncit, hamil 7 bulan. Seorang nenek, umurnya baru menginjak 40, tapi cucu-cucunya sudah bercicit-cicit di sekitarnya. Entah berapa umurnya saat ia menikah, atau entah berapa umur anak-anaknya saat menikah. 
Itu baru sepotong kecil, pernah saya bertemu dg seorang penjual sate asal Madura. Terlihat masih muda, tp sudah beranak tiga. Anak pertamanya sudah SMP, mungkin melihat jidat saya mengkerut keheranan dia langsung mengkonfirmasi “ Saya nikah umur 14 tahun, istri saya 15 tahun”. Dan saya ber “ooo” panjang. Dia melanjutkan “ di desa saya biasa umur segitu sudah punya anak”. Dan saya hanya tersenyum.
Si gadis 9 tahun bilang ia cinta pada Syeh Puji, benarkah gadis sekecil itu bisa merasakan cinta sesungguh-sungguh cinta? Atau hanya cinta monyet seperti yg dulu saya rasakan? Tapi cinta monyet kok sm  orang yang sudah tua? (senyum prihatin)
Gadis manis Darin bahkan bilang dia ingin punya anak dari sang ustad? Dia cinta juga? Ah, mungkin tentu saja, buktinya ustad dibui dia masih saja setia.
Tapi si penjual sate seperti mengkonfirmasi bahwa itu sudah tradisi. Biasa saja, dari sononya.
Ah ya, tapi gadis di Papua bilang, daripada merepotkan orang tuanya, susah cari biaya hidup. Sekolah lanjutan tak ada..mau apa lagi ??
Saya tidak ingin menyimpulkan apa-apa dari tulisan saya. Saya hanya berdoa, semoga semua pernikahan selalu bahagia, sehingga anak-anak bahagia, dan masa depan kita juga bahagia. Aamiin..

0 komentar:

Posting Komentar