Selasa, 17 Desember 2013

Laku Prihatin



Orang tua sering menasehati bahwa hidup berumah tangga seringkali akan lebih bermakna jika melalui laku ‘prihatin’, berakit-rakit kehulu berenang-renang ke tepian. Yah, orang tua saya sering berkisah bagaimana mereka menjalani awal rumah tangga mereka dengan kehidupan seadanya. Menempati rumah tua dengan satu bilik saja, penerangan hanya satu lampu 5 watt, tidur berlima dalam 1 kasur, makan hanya lauk garam, dan banyak hal lainnya. Begitu pun ketika mereka telah memiliki beberapa orang anak. Bapak sering berkisah bagaimana kakak tertua saya harus nglindur hanya gara-gara ingin dibelikan sepeda mini, dan bapak harus berhutang tetangga untuk membelikannya.
Kehidupan sederhana yang saya lewati semasa kecil dan juga didikan orang tua saya memang saya rasakan memberikan kontribusi positif dalam kehidupan saya. Setidaknya saya sendiri terbiasa dengan kesederhanaan dan lebih menghargai kesederhanaan. Lalu bagaimana dengan keluarga saya saat ini?
Suami saya seorang PNS dengan gaji plus tunjangan yang Alhamdulillah sangat berkecukupan. Saat menikah, saya sedang menjalani studi S2 dan malah berkesempatan sampai ke luar negri. Memang, awalnya kami hanya mengontrak sebuah rumah kecil, tapi dalam 2 tahun kami sudah bisa membeli rumah sendiri meski dengan mencicil. Anak kami lahir dengan serba berkecukupan, kami dapat membelikan segala keperluannya dan bahkan sesuatu yang kadang mungkin tidak terlalu perlu baginya. Terlebih karena anak pertama,maka otomatis kasih sayang kami tumpah ruah untuknya.memang hidup kami tidak mulus-mulus saja,tetapi Allah senantiasa bermuarh hati kepada kami sehingga tidak ada alas an untuk tidak bersyukur.
Terkadang, saya khawatir jika kelak anak-anak saya tidak lagi bisa menghargai kesederhanaan, apalagi dengan sodoran gaya hidup dan iming-iming materi yang bertebaran saat ini. Mungkin memang benar,pengajaran moral agama yang paling sulit adalah mengajarkan tentang kesederhanaan apalagi jika belum pernah mengalaminya. Sulit juga meniadakan sesuatu yang bisa diadakan,atau ‘menyederhanakan’ sesuatu yang bisa ‘tidak disederhanakan’.
Mungkin sekarang seharusnya lebih banyak mengajarkan bersyukur kepada anak, dan mengerem keinginan pribadi untukmemenuhi segala kebutuhan anak. Yah, orangtuanya yang harus terlebih dulu bersyukur, dan tentu saja menahan diri dalam memenuhi nafsu pribadi. Semoga saya dan suami bisa menjadi orang tua yang amanah, yang mampu mendidik anak menjadi manusia yang bersahaja, lahir batin.. Amin.

  
    

0 komentar:

Posting Komentar