Setelah menulis tentang anak-anak, kali ini saya ingin
menulis tentang ibu-ibu. Bapaknya jangan protes dulu ya kalau belum kebagian..
Ternyata di sekitar saya banyak sekali ibu-ibu pejuang, yang tangguh dan
sekaligus lembut. Selain ibu dan ibu mertua saya yang sudah teruji
kredibilitasnya, banyak sekali ibu-ibu lain yang sangat menginspirasi saya.
Beberapa waktu lalu, saya untuk pertama kalinya ketemu dengan
emak-emak dari Ibu-ibu Doyan Nulis Semarang. Mak Dewi yang dengan senang hati ‘mengantarkan’
saya pada pertemuan tersebut. Di sebuah
kafe mngil di tengah Kota Semarang, saya bertemu dengan 3 perempuan menawan. Mak
Dewi, penulis 30 buku dengan dua orang putra putri mungil. Beliau juga aktif
berbisnis online. Mak Wuri, yang mantan reporter kini penulis dan juga istri
yang manis. Mak Uniek, yah sudah kerja dari Senin-Sabtu, punya blog bejibun
yang produktif, ikut lomba sana-sini, juga sering nongol di berbagai event. Bener-bener emak-emak yang pantas jadi
panutan.
Saya juga memiliki teman-teman yang merupakan pejuang
sejati. Teman semasa SMP-SMA saya, saat ini sedang hamil muda. Rumahnya di
Kulon Progo tapi dia bekerja sebagai guru di Gunung Kidul. Setiap hari
bolak-balik hampir 100 km.. Ia memiliki banyak pertimbangan yang memberatkannya
untuk mencari tempat tinggal dekat tempat kerjanya. Saya hanya bisa
berdoa, semoga ia dan bayinya sehat selalu.
Teman saya satu lagi, baru saja memiliki bayi belum genap
sebulan, harus mengerjakan sendiri usaha laundry-nya
karena pekerjanya cuti. Saat saya telfon, dia sedang menyetrika sambil
menggendong anak keduanya. Anak pertamanya beberapa kali berusaha rusuh memindahkan pakaian yang sudah
rapi. Selain tak ada ART, suaminya juga tidak peduli sama sekali. Saya ingat
ceritanya saat ia hampir kehabisan darah karena keguguran, suaminya malah tetap
santai main Playstation, tak mau menolong hanya karena takut melihat darah.
Tetangga sebelah saya, bekerja juga dari Senin-Sabtu,
malamnya masih bermain ceria dengan bayi mungilnya. Saya senang mendengar
celotehannya mengajak bernyanyi bayinya. Duh, apa ga capek ya sudah seharian bekerja malamnya masih harus lembur urus
si kecil? Saya saja dulu suka uring-uringan kalau suami saya tidak membantu momong Fatih.
Duh, jadi malu sendiri mengingat selama ini saya sering
mengeluh dalam banyak hal, sering uring-uringan
sendiri, padahal saya di rumah ya cuma ngurus
anak dan suami. Semoga semakin terinspirasi,setidaknya semakin rajin mengurus
anak (suami kan lagi ga perlu diurus,
hehe), semakin rajin bikin rumah kinclong, dan juga rajin merawat tanaman di
taman..
0 komentar:
Posting Komentar